Bahagia itu pilihan

Img

Seorang taipan yang tersohor di negeri ini beberapa tahun lalu ditemukan tak bernyawa karena diduga mengakhiri hidupnya sendiri. Ada juga seorang pejabat sebuah lembaga pemerintah yang bergaji di atas 100 juta tertangkap KPK (Komisi Pemeberantasan Korupsi) karena melakukan kecurangan yang mengakibatkan kerugian negara. Begitu juga angka statistik menunjukkan bahwa angka bunuh diri tertinggi justeru ditemukan pada negara-negara maju yang pendapatan perkapitanya sudah sangat tinggi. Lantas mengapa hal itu bisa terjadi?

Kesalahan utama manusia adalah selalu mengkaitkan kepemilikan materi dengan kebahagiaan dan kemampuan kita memiliki apa yang menjadi keinginan sebagai sumber kebahagiaan. Padahal kita tahu, bahwa kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang. Kebahagiaan adalah suatu kondisi kejiwaan seseorang yang merasa dirinya ”hadir” dalam kehidupan. Indikator kebahagiaan lebih ditentukan oleh sejauh mana kita bisa berkontribusi pada kehidupan kita. Bayangkan jika kita hidup di dunia sendiri, dimana letak kebahagiaan itu?

Kepemilikan materi tentu saja sangat kita butuhkan, sebab beras dan minyak tidak mungkin kita beli dengan daun. Akan tetapi pengagungan materi juga tidak memunculkan kebahagiaan yang selalu kita cari itu. Kebahagiaan menurut Prof Martin Seligman seorang pakar psikologi positif dapat dicari dengan tiga cara.

Cara pertama adalah dengan jalan memiliki kehidupan yang baik yaitu bagaimana agar kehidupan kita tercukupi dengan baik. Contoh, kita punya rumah yang baik, punya pekerjaan yang baik, dan memiliki istri/ suami yang cantik atau ganteng. Apabila hal ini terpenuhi maka kebahagiaan akan mudah kita dapatkan. Akan tetapi kehidupan seperti ini menawarkan jebakan yang bisa sangat kontra produktif. Bila kita tidak memiliki orientasi untuk apa kehidupan yang kita miliki itu. Orang yang masuk ke dalam jebakan kehidupan ini akan merasa tidak pernah puas. Semakin banyak mengeluh maka hidupnya semakin jauh dari kebahagiaan. Itulah mengapa agama selalu mengajak kita untuk mensyukuri kehidupan ini.

Cara kedua adalah dengan jalan menemukan passion atau gairah hidup. Dimana waktu berhenti saat kita melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Hidup kita seperti tersedot dalam ruang hampa yang mengantarkan kita pada kondisi flow, dimana kita tidak lagi mengingat di luar apa yang kita kerjakan. Sering-seringlah dalam kondisi flow maka anda tidak dipusingkan dengan kritik sana-sini yang sering kali meracuni pikiran kita dari pada menjadi obat bagi masalah kita. Passion juga menjadikan kita lebih fokus dan berorientasi terhadap hasil kerja yang berkualitas. Kebahagiaan yang muncul bukan dari mendapatkan sesuatu dari hasil pekerjaan kita namun dari hasil pekerjaan kita tersebut. Hanya saja kita tetap harus memiliki orientasi yang jelas kemana kepuasan kita itu akan bermuara. Jika tidak maka kita pun lagi-lagi akan terjebak dengan kepuasan yang sifatnya egosentris dan tidak berkontribusi pada kehidupan itu sendiri.

Cara ketiga adalah bagaimana kita dapat memperoleh makna atas apa yang kita perbuat. Kita merasa terpanggil untuk memberikan kontribusi kepada kehidupan itu sendiri. Semakin besar kontribusi yang dapat kita berikan maka semakin tinggi taraf kebahagiaan yang dapat kita rasakan. Hidup ini memiliki tujuan dan memberikan ruang yang luas bagi kita untuk mengisinya dengan misi-misi yang kita miliki. Diri kita merasa terhubung dengan kehidupan ini sehingga menjadikan hidup ini semakin hidup. Hal ini menjelaskan mengapa ada orang yang mau bersusah-susah mengajar di pedalaman tanpa digaji. Atau ada dokter yang mau memberikan pelayanan medis di atas kapal tanpa memperdulikan karir profesinya karena yang penting baginya adalah menolong sesama yang membutuhkan.

Pada akhirnya ketiga cara di atas haruslah kita miliki dengan tetap menjaga diri dari jebakan-jebakan kehidupan yang akan membunuh jiwa kita dengan perasaan kufur nikmat. Sebisa mungkin kita memberikan fondasi yang kuat akan makna dari kehidupan kita. Karena makna kehidupan adalah sumber dari kebahagiaan kita. Menurut Prof Viktor Frankl, Kebahagiaan adalah efek samping dari kehidupan yang bermakna. Jadilah individu dengan kehidupan yang bermakna karena ia akan mengantarkan kita pada gerbang kebahagiaan.

Namun semua itu dimulai dari kita sebab hidup adalah pilihan. Kita dapat bahagia, susah, sedih, bahkan menderita dan mati jika kita memilihnya. Bahkan tidak memilih dan terombang-ambing dalam kebingungan pun sebuah pilihan yang disebabkan kita tidak pernah mau memilih. Sehabat apa pun motivator tidak akan mampu menggerakkan seseorang untuk berubah menjadi lebih baik, jika orang tersebut tetap memilih untuk tidak bahagia dan hidup dalam jebakan-jebakan kehidupan.

Maka dari itu pilihlah selalu bahagia, meskipun suasana tak selamanya ceria dan menyenangkan. Karena bahagia bukan hanya tawa dan senda gurau saja. Sering kali bahagia terselip di air mata dan tangisan haru. Bukan tawa dan tangis yang menandakan hidup kita bahagia. Tapi seberapa banyak arti kehadiran kita dalam hidup ini. Semakin banyak mereka yang tersenyum bahagia akan kehadiran kita dan kehilangan saat kita tak ada lagi maka disanalah terletak ukuran kebahagiaan yang sesungguhnya...Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, sedangkan manusia mati meninggalkan nama (baik atau buruk), kita yang tentukan.

By Riko Jayasaputra, M.Psi, Psikolog