Mengolah Kemarahan Jadi Keindahan
Entah siapa yang memulainya, kemarahan sudah lama sekali digambar wajahnya oleh manusia dengan gambar yang sangat buruk. Kemarahan tidak punya wajah lain selain jelek, buruk, menakutkan. Dosa, neraka, hukuman, itulah wajah-wajah kemarahan yang digambar manusia dalam waktu yang sangat lama. Padahal, bila dibekali kejernihan, ketenangan, kasih sayang, kemarahan bisa diolah menjadi serangkaian keindahan.
Biologi vs. Psikologi
Sebagaimana kita tahu, tubuh biologi kita salah satu unsurnya adalah api. Api di biologi memerlukan padanan di psikologi dalam bentuk emosi. Sehingga tidak kebayang ada manusia hidup yang sepenuhnya bebas dari kemarahan. Kendati dalam kehidupan makhluk tercerahkan gerakan api emosi itu hanya disaksikan dengan penuh senyuman. Awalnya, api emosi ini dikenali sifat alaminya. Seperti pecahan salju yang jatuh ke danau, menimbulkan riak sebentar, kemudian lenyap. Pengalaman mendalam seperti inilah yang kerap disebut pandangan terang. Ia membuat seseorang sehat secara fisik maupun batin.
Lousie L. Hay dalam bukunya You Can Heal Your Life bahkan terang-terangan menyebutkan bahwa antara 90 sampai 95 persen penyakit disebabkan oleh api emosi yang tidak terkendali. Orang yang pemarah selama bertahun-tahun sangat mungkin terkena penyakit lever, terutama karena lever adalah tempat duduknya kemarahan. Orang yang merasa tidak didukung dalam karir dan hidupnya, kerap mengalami ketegangan dan sakit di punggung. Ringkasnya, ada hubungan dekat antara biologi dan psikologi.
Dan kemarahan, ia seperti pedang bermata ganda. Bila disalahkan ia jadi penyakit. Bila bisa memakainya (sebagaimana samurai) maka pedang bisa menjadi kekuatan penjaga. Dan di jalan meditasi, semua gerakan emosi (termasuk kemarahan) dilihat, disaksikan, dimengerti sifat alaminya. Untuk kemudian digunakan sebagai lentera penerang perjalanan.
Cahayanya Jiwa
Ada memang orang yang meletakkan kemarahan sebagai kegelapan yang pekat. Tapi sekali kemarahan dimengerti sifat alaminya, dikenali tanda-tandanya di dalam meditasi, ia bisa menjadi pembimbing dalam perjalanan jiwa. Dalam bahasa psikologi klasik Sigmund Freud, kemarahan adalah perasaan-perasaan yang belum sempat diungkapkan. Persahabatan dengan kemarahan membuat seseorang bisa mengungkapkannya di waktu dan tempat yang tepat, sekaligus dalam kadar yang tepat. Daniel Goleman dari Harvard menyebut ini kecerdasan emosional.
Tidak mudah untuk bisa sampai di tingkatan ini. Ia diawali dengan penerimaan akan diri secara utuh. Meminjam argumen Louise L. Hay, dalam setiap sakit fisik maupun psikis selalu ada unsur penolakan terhadap diri. Semakin keras seseorang menolak dirinya, semakin berat penyakitnya. Itu sebabnya, teramat penting untuk belajar menerima diri secara utuh.
Di dunia spiritual, tidak ada kebetulan hanya bimbingan-bimbingan. Psikolog Carl G. Jung menyebutnya syncronicity, kebetulan-kebetulan yang penuh bimbingan. Bila bisa melihat masa lalu yang gelap sebagai serangkaian bimbingan, tidak saja kemarahan bisa sembuh, kemarahan bisa memberitahu arah perjalanan jiwa berikutnya. Orang tua yang pemarah, anak-anak yang nakal, musuh yang melukai hanya mata pelajaran yang mesti dipelajari di hidup ini. Bila demikian cara memandangnya, sumber kemarahan bisa menjadi sumber cahaya.
Dalam Bimbingan Cahaya
Sebagaimana cahaya listrik, ia adalah hasil sintesa energi positif dan negatif. Bagi siapa saja yang menginginkan jiwanya dibimbing cahaya, sangat mendasar untuk mengerti sintesa antara positif dan negatif. Tubuh manusia adalah sebuah simbol yang amat bermakna. Mulut adalah simbol kebaikan, karena dari sana diharapkan masuk yang baik-baik. Dubur adalah simbol keburukan karena dari sana keluar yang kotor-kotor. Tapi tanpa dubur, semua tubuh mengalami kehancuran.
Orang baik versus orang jahat di masyarakat serupa. Orang mencintai dan membenci dalam hidup kita setali tiga uang. Cahaya akan menjadi pembimbing perjalanan, bila bisa memberikan penghargaan yang sama baik pada mulut maupun dubur. Simbol Yin-Yang dalam Tao adalah pesan lain. Di ruang putih ada titik hitam, di ruang hitam ada titik putih. Sederhananya, dalam kebaikan ada kejahatan (terutama kalau dibuat congkak oleh kebaikan), dalam kejahatan ada kebaikan (orang di penjara membuat masyarakat takut berbuat jahat). Memandang kehidupan sebagai sebuah ke-u-Tuhan, itulah cahaya.
Kehidupan yang terbimbing oleh cahaya seperti inilah yang disebut sukacita. Kesenangan adalah respon positif tubuh. Kebahagiaan adalah respon positif emosi. Tapi suka cita, ia melampaui positif-negatif. Dalam bahasa Inggris disebut bliss. Dalam langkah-langkah meditatif, ia dijabarkan ke dalam langkah “terima, mengalir, senyum”. Dan kekuatan awal di dalam yang membimbing seseorang pada cahaya keindahan seperti ini bernama kemarahan.
Sumber: gedeprama.detikblog.com