orangtua juga manusia
Membaca berita “Kakak Beradik Kritis Disiksa Ibu Kandung” di Batam Pos (Minggu, 19 Januari 2014), membuat saya prihatin dan menduga kasus seperti ini akan lebih sering muncul ke permukaan di waktu lain. Tekanan yang diperoleh orangtua dewasa ini semakin meningkat. Tidak hanya dari tuntutan peran tetapi juga oleh perubahan budaya dan gaya hidup. Peran menjadi orang tua yang memang tidak mudah itu sekarang menjadi lebih berat karena adanya perubahan struktur dalam keluarga. Dulu pembagian tugas di dalam keluarga sangat jelas, ayah bertugas memenuhi kebutuhan keluarga, dan ibu mengelola rumah tangga. Saat ini peran tersebut telah bergeser. Ayah bukanlah satu-satunya orang yang bertugas mencari nafkah. Karena tuntutan kebutuhan hidup, ibu turut membantu kepala rumah tangga memenuhi tuntutan ekonomi tersebut.
Sampai disini sebenarnya tidak ada yang salah. Semua berjalan sesuai dengan skenario sosial yang ada. Hanya saja karena batas peran yang sudah bergeser itu seharusnya diikuti oleh bergesernya peran ayah di rumah tangga. Ayah yang secara tradisional menjadi tulang punggung keluarga, saat ini juga harus mengambil peran yang seimbang dalam mengelola rumah tangga. Sehingga terjadi keseimbangan dalam mengambil peran sebagai orangtua. Sudah bukan lagi hal yang tabu apabila seorang ayah juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan menjadi pengasuh bagi anak-anaknya dikala sang partner mengalami kelelahan. Kerjasama dan saling memahami satu sama lain menjadi “kompetensi” yang harus dimiliki setiap pasangan.
Pada kasus yang disebut di atas memang kondisinya berbeda. Kemungkinan yang mendasari kekerasan ibu kepada kedua anaknya disebabkan kondisi kejiwaan sang ibu dan ini masih dalam proses pemeriksaan. Bila ternyata benar latar belakang penyiksaan tersebut karena kondisi kejiwaan sang ibu maka tentunya kondisi ini tidak muncul tiba-tiba. Ada proses yang mendahului dan menjadi pencetus labilnya kondisi sang ibu. Bisa jadi penyebab utamanya adalah relasi suami dan istri yang memang bermasalah sejak awal. Pada kasus-kasus semacam ini tentunya peran dukungan sosial sangat penting untuk menghindari tragedi ini.
Dukungan Sosial
Sesungguhnya setiap individu sejatinya sangat membutuhkan dukungan sosial. Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain. Terutama disaat-saat sulit kita membutuhkan sistem dukungan sosial dari orang-orang terdekat. Tekanan dalam hidup adalah hal yang lumrah dan akan selalu ada. Seseorang dikategorikan sebagai individu yang cerdas apabila ia mampu mengelola tekanan yang ada dan mampu merubahnya menjadi sesuatu yang membangun bagi dirinya.
Bahwa manusia dilahirkan untuk saling mengenal diantara sesamanya telah tertanam di dalam gen dari nenek moyang kita. Dulu di jaman pra sejarah manusia sangat mengandalkan kerjasama untuk dapat survive menghadapi alam yang ganas. Keanggotaan mereka di dalam komunitas menjadi sumber energi dan kebahagiaannya. Namun di zaman serba modern nampaknya ini mulai terkikis, menjadikan manusia tampil lebih individualis. Di perkotaan kita kurang terhubung dengan komunitas tempat tinggal kita, bahkan dengan tetangga sebelah rumah pun kita tidak akrab.
Begitu pula dengan sebaran penduduk yang tidak terkonsentrasi lagi di satu daerah. Banyak orang terpisah dari keluarga besarnya karena alasan ekonomi, sosial, maupun politik. Hal ini menambah kecilnya dukungan sosial yang sebenarnya sangat dibutuhkan seseorang. Belum lagi kesibukan aktivitas sehari-hari kita semakin menjauhkan kita dari persahabatan dan pertemanan yang berkualitas. Pada akhirnya hanya pasangan kitalah tempat mencurahkan segala problematika kehidupan yang ada. Pertanyaannya, jika kita bermasalah dengan pasangan kemana lagi akan dicari tempat untuk mencurahkan isi hati?
Karena pentingnya sistem dukungan sosial ini, maka penting bagi kita untuk selalu mencari “ikatan-ikatan” lain di luar sistem keluarga yang akan menjadi semacam “buffer” saat kondisi krisis terjadi. Tentu saja ikatan disini harus dimaknai secara positif. Ikatan itu haruslah pada orang yang dapat kita percaya, seperti orang tua, sahabat karib, ulama/pendeta, konselor atau psikolog. Di dalam dunia konseling, menceritakan permasalahan kepada orang lain adalah separuh dari penyelesaiaan masalah yang dihadapi. Sisanya adalah pilihan sikap kita terhadap masalah, yang akan menyelesaikannya. Hidup ini indah jika kita tahu bagaimana seharusnya menyikapi segala permasalahan secara arif.
Peran perkumpulan, komunitas, atau organisasi juga sangat besar. Sistem dukungan sosial juga dapat kita peroleh di sana. Prinsipnya semakin banyak sistem dukungan sosial, maka semakin kurang kerentanan kita dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada.
Manajemen Stres
Selain dukungan sosial kemampuan kita mengelola stres juga mutlak harus kita miliki agar sebagai orangtua kita dapat mengontrol suasana hati dengan baik. Ledakan-ledakan emosi sebaiknya dapat kita salurkan pada berbagai cara dan aktivitas yang produktif. Sebelum sampai kesana kita perlu mengenali diri kita dengan lebih baik. Apa konflik-konflik personal yang kita miliki? Apa kebutuhan terbesar kita? Apa ketakutan terbesar kita? Apa kelebihan dan kekurangan kita? Tanpa kita dapat menjawab itu semua, maka kita tidak akan pernah dapat menemukan cara terbaik untuk mengelola emosi kita. Bagaimana caranya? Silahkan Anda datang ke psikolog untuk mencari jawabannya.
Setelah Anda mengetahui itu semua barulah Anda dapat melakukan berbagai cara dan aktivitas mengelola emosi atau manajemen stres dengan benar. Apabila Anda termasuk orang yang introvert mungkin aktivitas seperti; membaca buku, berkebun, atau menyulam dapat menjadi aktivitas yang mampu meredakan ketegangan emosi Anda. Namun jika Anda seorang yang extrovert, aktivitas seperti hang out bareng teman, jalan-jalan, atau nonton konser musik dapat dicoba.
Kegiatan olah raga secara teratur juga diyakini dapat menjadi media bagi seseorang untuk melepaskan ketegangan-ketegangan dalam hidupnya. Karena keletihan berolah raga dan keletihan secara psikologis efeknya sangat jauh berbeda. Keletihan yang pertama membuat kita sehat sedangkan keletihan yang terakhir dapat memicu timbulnya berbagai penyakit bagi seseorang. Selain itu olah raga juga mampu memicu timbulnya endorfin, zat yang bertanggung jawab atas kebahagiaan seseorang.
Kegiatan relaksasi dan meditasi juga disarankan bagi Anda untuk membuang energi negatif yang mengganggu kesadaran kita. Lakukan secara teratur dan Anda akan merasakan manfaatnya. Karena kegiatan relaksasi dan meditasi menjadi sarana yang baik untuk menata pikiran dan hati kita. Metode ini mampu memfokuskan kesadaran kita pada hal-hal yang positif.
Melakukan berbagai kegiatan hobby juga akan mampu membuat kita melupakan sejenak berbagai masalah yang ada karena mengalami flow dan terlibat secara intens terhadap aktivitas hobby yang dilakukan. Ia tidak menyisakan sedikit pun kesadaran kita pada hal-hal yang mengganggu pikiran saat itu. Sejenak kita beristirahat dari segala kepenatan yang ada. Diharapkan setelah itu, kita mampu berpikir lebih jernih dan menemukan solusi terbaik dari permasalahan hidup.
Membantu orang lain juga salah satu cara yang efektif mengurangi stres yang kita alami. Membantu orang lain membantu diri kita untuk tidak terlalu terfokus pada masalah sendiri. Masih banyak permasalahan di luar sana yang jauh lebih berat. Anehnya saat kita terfokus untuk menyelesaikan masalah orang lain masalah kita pun juga ikut terselesaikan. Sering kali Tuhan mengirimkan pesan kepada kita dalam bentuk masalah untuk kita ambil hikmahnya, maka bersabarlah karena beserta kesulitan pasti ada kemudahan.
Beribadah dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta adalah cara cerdas untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hidup. Ikhlaskan dan pasrahkan segala beban hidup kita kepada-Nya, insyaAllah kita akan menemukan jalannya. Praktek psikologi modern saat ini membuktikan hal tersebut. Ternyata kunci kedamaian adalah di hati. Begitu kita mampu menerima setiap masalah dengan lapang dada maka masalah apa pun yang membebani kita akan hilang dan berganti rasa syukur atas segala nikmat-Nya.
Makna Hidup
Selain dukungan sosial dan manajemen stres, faktor makna hidup juga sangat penting untuk menumbuhkan optimisme dan semangat dalam hidup. Makna hidup inilah yang menginspirasi banyak orang untuk bertahan dari berbagai musibah dan tantangan hidup. Soekarno & Hatta mampu bertahan menjalani berbagai pengasingan dan cobaan yang ada selama perjuangan karena memiliki makna hidup, yaitu bagaimana memerdekakan bangsa ini dari penjajahan bangsa asing. Bagaimana Patih Gajah Mada mampu melakukan sumpah palapa karena memiliki makna hidup Maja Pahit akan mampu menyatukan Nusantara.
Makna Hidup bukanlah suatu konsep yang sulit untuk dipahami. Justeru Makna Hidup menurut Viktor E Frankl adalah manifestasi dari kebebasan manusia untuk menentukan pilihan bagaimana hidup ini akan dijalani. Ia akan memberikan guidance kepada kita apa yang harus dilakukan untuk sampai pada makna hidup. Hakekatnya makna hidup itu harus kita temukan dan tidak dapat diberikan oleh siapa pun.
Tidak usah jauh-jauh melihat ke belakang, orangtua kita mampu menghadapi berbagai masalah kehidupan untuk membesarkan dan mengasuh anak-anaknya karena apa? Karena punya keyakinan dan makna hidup bahwa mereka akan melihat anaknya sukses suatu saat nanti. Kita semua harus memiliki makna hidup sebagai tujuan kemana kehidupan akan kita arahkan. Tanpa makna hidup kita akan rentan menghadapi berbagai permasalahan kehidupan yang kian hari tantangannya kian kompleks. Seperti kata filsuf eksistensialisme Nitsche, siapa yang tahu untuk apa hidup ini maka ia akan mampu menghadapi apa pun rintangan dalam hidup.
Kesimpulan
Sejatinya menjadi orangtua adalah amanah dan bukanlah pilihan seperti tulisan saya sebelumnya di Batam Pos (selasa, tgl 14 Januari 2014) Beratnya Menjadi Orangtua. Hal ini membutuhkan usaha yang luar biasa bagi orangtua untuk mampu mengembannya dengan baik. Sebuah penyesalan terbesar apabila kita menyia-nyiakan mereka dengan egoisme. Seharusnya anak-anak menjadi sumber makna hidup kita yang justeru membuat kerja semakin giat dan produktif, hidup menjadi penuh tantangan untuk dijalani. Bukan sebaliknya mereka hanya menjadi beban dan sumber masalah.
Menjadi orangtua adalah sebuah tanggung jawab yang membutuhkan kesiapan mental untuk mengembannya. Siapkan diri kita agar mampu menjadi orangtua terbaik bagi anak-anak kita. Belajarlah terus bagaimana menjadi orangtua efektif yang mampu memberikan pola asuh sesuai dengan kebutuhan. Orangtua juga manusia yang pastinya tidak luput dari berbagai kelemahan dan kealpaan. Tugas konselor, psikolog, ulama/ pendeta, dan pemerintah untuk membantu mereka menjadi orangtua yang mampu mensejahterakan anak-anak mereka. Besar harapan kedepan kasus-kasus kekerasan pada anak dapat kita tekan sedemikan rupa dengan cara memberdayakan orangtua. Peran organisasi seperti HIMPSI KEPRI dan organisasi profesi lainnya disamping program pemerintah diharapkan dapat menjadi ujung tombak pemberdayaan dan memberikan dukungan agar orangtua mampu menjalankan fungsi dan perannya sesuai harapan bersama. Jika konsisten kita melakukannya maka tidak hanya orangtua dan anak yang akan sejahtera tapi bangsa ini pun akan tumbuh menjadi bangsa yang kuat…Bismillah. ***
Sumber Batam pos http://batampos.co.id/2014/01/14/beratnya-menjadi-orangtua/